🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 19 Muharam 1439 H / 09 Oktober 2017 M
👤 Ustadz Dr. Sufyan Baswedan, Lc MA
📗 Safari Dakwah | Bagaimana Mengimani Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam (Bagian 01 dari 06)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-SB-BagaimanaMengimāniNabi-01
~~~~
BAGAIMANA MENGIMANI NABI ﷺ?(BAGIAN 1 DARI 06)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ، وَنَسْتَعِينُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، ونستهديه، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، وَ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ من يهد الله فهو المهتد ومن يضلل فلن تجد له وليّاً مرشداً، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الذي قد بلّغ الرسالة وأدى الأمانة , ونصح الأمة , وجاهد في الله حق جهاده حتى أتاه اليقين , صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم أجمعين
Ayyuhal Ikhwāh wa akhawāt.
Bagaimana seharusnya mengimāni Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam?
Thayyib. Ketika seseorang mengatakan dan kita semua mengatakan seperti itu, kita ucapkan, "Asyhadu ana Muhammadan rasūlullāh." Setelah bersyahadat, "Asyhadu allāilaha illallāh,” harus di ikuti dengan, "Asyhadu ana Muhammadan 'abduhu wa rasūluhu," atau "Asyhadu ana Muhammadar rasūlullāh."
Ini adalah bagian dari imān kepada Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam. Saya katakan bagian, bukan semuanya. Karena kita harus tahu bahwa hakikat dari imān itu tidak hanya ucapan.
Sudah menjadi konsensus ahlus sunnah waljama'ah, Imam Al Bukhāri dalam kitāb Khalqu Af’ālul ‘Ibādi, meriwayatkan bahwa beliau telah bertemu dengan 1000 (seribu) ulamā dari berbagai penjuru dunia di masa itu.
كلهم يقولون: الإيمان قول وعمل، يزيد وينقص
Imān adalah ucapan dan juga amal, bertambah dan berkurang.
√ Ada yang membaginya menjadi 2 (dua) yaitu:
⑴ Ucapan.
⑵ Amal.
√ Ada yang membaginya menjadi 3(tiga), yaitu:
⑴ Ucapan.
⑵ Amal.
⑶ Keyakinan.
Sebetulnya sama saja mau dibagi dua atau tiga.
Yang membagi dua ucapan itu dibagi lagi ada yang ucapan lisan dan ucapan keyakinan. Jadi pembagian ini tidak bertentangan namun karena sudut pandangnya berbeda sehingga terbaginya menjadi 2 (dua) dan 3 (tiga).
Di antara keimānan yang tidak hanya berupa ucapan tadi adalah imān kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Dan ini adalah sesuatu yang harus kita pahami agar imān kita kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam itu adalah imān yang diterima (imān yang bermanfaat) dan merupakan imān yang menyelamatkan seseorang.
▪Pentingnya Mengimani Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam
Sebelum kita bahas perlu kita ketahui, apa sih urgensinya, apakah sih pentingnya berimān kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam sehingga kita jadikan sebagai judul kajian?
Kira-kira apa urgensinya?
Sangat mudah untuk menjawab, karena beliaulah jalan satu-satunya untuk mengimāni yang lainya.
√ Untuk mengimāni Allāh.
√ Untuk mengimāni para malāikat.
√ Untuk mengimāni kitāb-kitāb.
√ Untuk mengimāni para rasūl.
√ Untuk mengimāni hari kiamat.
√ Untuk mengimāni qadha wal qadar.
Pertama-tama kita harus berimān kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, karena beliaulah satu-satunya yang tahu persis bagaimana sebenarnya mengimāni yang 6 (enam) ini.
Bila tanpa mengimāni Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, imān seseorang kepada yang lain-lain tidak akan terjamin kebenarannya, tidak terjamin akurasinya dan otomatis belum tentu diterima.
Orang mungkin bisa saja mengimāni keberadaan tuhan dengan akal dia, tetapi tidak mungkin dia bisa untuk mengimāni sifat-sifat tuhan sebagaimana yang dikehendaki oleh tuhan.
Saya menggunakan bahasa tuhan artinya kalau orang mau belajar filsafat, mau belajar ilmu kalam mentok-mentoknya tuhan itu ada.
Tapi bisakah kita tahu diantara sifat-sifat tuhan adalah bisa marah, bisa ridhā, memiliki wajah, memiliki dzat yang tidak sama dengan makhluknya, mempunyai sifat Ar Rahman, Ar Rahim, Al Aziz, Al Jabbar, dan seterusnya.
Dan dia punya aturan, menurunkan aturan, berupa perintah dan larangan. Dia menciptakan Jannah dan An Nar, bisakah kita tahu dengan filsafat tanpa pemberitaan dari orang yang namanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam?
Tidak bisa kan?
Imān kepada malāikat juga begitu, karena malaikat adalah makhluk ghaib, kalau kita tidak diberi tahu bahwa ada yang namanya malāikat yang memiliki tugas-tugas, yang memiliki nama, kita tidak akan bisa tahu.
Imān kepada rasūl-rasūl terdahulu sebelum Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam satu-satunya jalan adalah dengan mengimāni terlebih dahulu kepada Si Pembawa berita ini.
Jadi jelas urgensinya.
Kata Syaikhul Islām:
"Mengimāni Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah yang paling penting, karena keimānan kepada Allāh tidak akan terwujud tanpa mengimāni Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Dan seseorang tidak akan selamat dan bahagia tanpa mengimāni Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam karena beliaulah yang mengantarkan kita kepada Allāh."
Ini disebutkan oleh beliau dalam Majmu' Fatawa, jilid 8 hal 638-639.
Jadi kita sudah tahu urgensi mengimāni Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dan ini adalah keimānan yang harus diwujudkan pertama kali.
▪Hakikat mengimāni Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam
Thayyib, sekarang hakikat mengimāni Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam itu apa?
Namanya imān maka kembali kepada definisi imān yang sudah menjadi kesepakatan ahlu sunnah wal jama'ah yaitu:
"Qaulun wa amal atau Qaulun wa 'amalul wa’tiqad."
Ucapan dan perbuatan, atau: ucapan dan perbuatan dan keyakinan
Terkait dengan ucapan, kita harus mengucapkan yaitu mengucapkan syahadat ini. Walaupun dia percaya kalau dipendam dalam hati, tidak mau bersyahadat, apakah dianggap sebagai seorang muslim?
Tidak!
Tapi mengucapkan tanpa dipercaya dalam hati juga tidak dianggap sebagai seorang muslim.
Siapa yang seperti itu?
⇒ Orang yang seperti itu adalah orang munāfiq.
Surat Al Munāfiqūn ayat yang pertama Allāh menyebutkan:
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
Apabila orang-orang munāfiq datang kepadamu (Muhammad), mereka berkata, “Kami mengakui, bahwa engkau adalah Rasūl Allāh.” Dan Allāh mengetahui bahwa engkau benar-benar Rasūl-Nya; dan Allāh menyaksikan bahwa orang-orang munāfiq itu benar-benar pendusta.
Ini ucapan orang-orang munāfiq. Secara lisan mereka berimān, tetapi disaat yang bersamaan Allāh bersaksi bahwa mereka ini bohong, kesaksian mereka ditolak oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Bohong bukan karena ucapannya salah, ucapan mereka itu betul, Allāh tidak menyalahkan ucapan mereka, tetapi Allāh menganggap ucapan ini tidak ada artinya, tidak ada maknanya, karena di dalam hati mereka, mereka tidak percaya.
Dari sini sudah terbukti, ucapan tidak cukup kecuali kalau diikuti dengan keyakinan. Keyakinan saja tidak cukup harus didukung dengan kesaksian secara lisan selama dia mampu bersaksi atau tidak bisu.
Kalau dia bisu maka tidak perlu bersyahadat. Dia hanya perlu memberi isyarat dengan anggukan kepala ketika dibimbing dengan syahadat maka itu sudah cukup. Yang penting keyakinan, karena ucapan, dia tidak bisa mengucapkan dengan lisan.
Tetapi orang yang tidak bisu tidak akan diterima Islāmnya kecuali dia harus mengucapkan:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang hak disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya."
Kemudian ada amal lahiriyyah, Qaulun wa tuqadun wa 'amalun. Aamal ini kaitannya dengan ta'at.
Mempercayai (keyakinan) kaitannya adalah dengan ta'at, apa yang disampaikan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam kita harus anggap benar semuanya.
Jadi rukun imān kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam minimal ada dua:
⑴ Mempercayai, membenarkan beliau.
⑵ Ta'at kepada aturan beliau.
Jika kita mengamalkan salah satunya saja maka tidak sah, harus dua-duanya ada. Terkait dengan membenarkan tadi yang merupakan satu diantara dua rukun imān kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Rukun artinya penopang, tanpa ini tegak imān dianggap tidak ada.
Ketika kita mengatakan kita mempercayai dan membenarkan Nabi, maksudnya apa?
Kita harus tahu, harus jelas, apa yang kita percayai, apa yang kita benarkan.
Dalam hal apa? Sebagai apa?
• Yang pertama | Kita menetapkan mengakui, berikrar, bersaksi, bahwa beliau itu adalah Nabi yang menyampaikan wahyu dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla apa adanya.
Tidak ditambah, tidak dikurangi, tidak diplintir, apa adanya disampaikanm. Jujur dalam menyampaikan wahyu dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Tentunya ketika kita mempercayai beliau ini adalah sosok manusia utusan Allāh yang jujur dalam menyampaikan wahyu. Kepecayaan yang kita ucapkan dalam bentuk:
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُهُ
Aku bersaksi bahwasanya Muhammad bin Abdillāh bin Abdul Muththalib, dari bani Hasyim, dari suku Quraysh, bukan Muhammad yang lain, jika salah alamat maka percuma dia bersyahadat, hanya Muhammad yang ini yang merupakan Rasūlullāh.
Maka kita harus tahu apa konsekuensi bahwa dia utusan Allāh?
Kita harus tahu, yaitu dia (Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam) mendapatkan wahyu dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan wahyu itu disampaikan apa adanya, semuanya disampaikan.
Wallāhu Ta'āla A'lam.
Wa shallallāhu 'ala nabiyyinā Muhammad wa 'ala ālihi wa shahbihi wa sallam.
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
________◆ Yuk.... Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah dan Studio Bimbingan Islām
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām
Konfirmasi Transfer Via WA /SMS & Informasi ; 0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)
________