🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 22 Muharam 1439 H / 12 Oktober 2017 M
👤 Ustadz Dr. Sufyan Baswedan, Lc MA
📗 Safari Dakwah | Bagaimana Mengimani Nabi ﷺ (Bagian 04 dari 06)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-SB-BagaimanaMengimāniNabi-04
~~~~
BAGAIMANA MENGIMANI NABI ﷺ? BAGIAN (4 DARI 6)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ، وَنَسْتَعِينُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، ونستهديه، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، وَ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ من يهد الله فهو المهتد ومن يضلل فلن تجد له وليّاً مرشداً، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الذي قد بلّغ الرسالة وأدى الأمانة , ونصح الأمة , وجاهد في الله حق جهاده حتى أتاه اليقين , صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم أجمعين
Ayyuhal Ikhwāh wa akhawāt.
Kaitan dengan mengimāni Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, diantaranya:
• Yang keempat | Harus percaya bahwa beliau itu telah menyampaikan ajaran Islām, wahyu yang Allāh turunkan kepada beliau secara sempurna (lengkap).
Tidak ada yang terlupakan tidak disampaikan, selama itu sudah diturunkan kepada beliau, Allāh perintahkan untuk disampaikan maka pasti beliau sampaikan semuanya tidak ada yang tercecer.
⇒ Ini harus menjadi keimānan kita.
Jadi percuma apabila orang mengimāni dengan mengatakan:
√ "Iya, beliau Rasūlullāh," betul.
√ "Beliau menyampaikan, beliau tidak merubah-rubah," betul.
√ "Beliau penutup para nabi," betul.
√ "Syari'at beliau adalah satu-satunya yang boleh diamalkan," betul.
Tapi juga meyakini ada satu ayat yang tidak disampaikan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, baik dengan sengaja atau beliau lupa, maka batal tidak imānnya?
⇒ Batal
Percuma dia berimān kalau dia punya keyakinan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam masih menyembunyikan sesuatu (ada yang beliau tidak sampaikan).
Dan sebetulnya kita sudah diajari sejak kita SD ketikan belajar aqidah dan akhlak. Kita diajari sifat wajib Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Sifat wajib Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam apa?
Diantaranya ada shidiq, amanah, tabligh, fathanah sebetulnya ini salah.
⑴ Sebetulnya bukan shidiq, yang betul itu ungkapannya "as shidqu" (jujur), kejujuran
⑵ Al amānah, betul.
⑶ At tabligh, betul.
⑷ Fathanah salah, yang betul "al futnah" artinya kecerdasan.
Tidak ada nabi yang gagal paham atau IQ nya pas pasan. Tidak!
Semua nabi adalah cerdas, yang penting 3 (tiga) yang pertama ini.
√ Jujur, itu wajib dimiliki oleh semua nabi, ini sifat mutlak, modal utamanya adalah jujur.
√ Amanah, amanah lawannya khianat.
√ Tabligh.
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ ۚ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
"Wahai Rasūl! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allāh memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allāh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kāfir." (QS Al Maidāh: 67)
وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ* لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ * ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ * فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ
Dan sekiranya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami.
Pasti Kami pegang dia pada tangan kanannya.
Kemudian Kami potong pembuluh jantungnya.
Maka tidak seorang pun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami untuk menghukumnya). (QS Al Haqqah 44-47)
Allāh Subhānahu wa Ta'āla sudah bersumpah seandainya Muhammad (Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam) ini mau mengutak-atik wahyu yang turun kepadanya (direkayasa/dirubah-rubah sedikitpun), "Maka akan Kami pegang dengan kuat, beliau akan Kami putus urat lehernya dan tidak akan ada seorangpun dari kalian yang bisa menghalangi Kami untuk memutus urat lehernya."
Artinya, beliau tidak pernah mengalami perbuatan itu, berarti beliau tidak pernah berkhianat.
Tidak pernah beliau mengotak-atik wahyu yang turun dan tidak mungkin disembunyikan.
Semua sudah disampaikan, yang enak maupun yang tidak enak, yang menguntungkan beliau maupun yang tidak menguntungkan beliau, yang muji maupun yang mengkritik, semuanya disampaikan.
Dalīl dari hadīts Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah hadīts riwayat Muslim:
قال إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِيٌّ قَبْلِي إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ
Beliau bersabda: "Para Nabi sebelum saya diutus menuntun umatnya kepada kebaikan yang telah diajarkan Allah kepada mereka, dan memingatkan bahaya yang mengancam mereka.” (HR Muslim nomor 3431, versi Syarh Muslim nomor 1844)
==> Maksudnya: "Wahai sekalian manusia, ketahuilah bahwa tidak ada seorang nabipun sebelumku (termasuk Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam) melainkan wajib baginya untuk membimbing umatnya kepada apa saja yang beliau ketahui sebagai kebaikan untuk umatnya."
Jadi semua nabi itu wajib membimbing umatnya. Selama dia tahu ada sesuatu yang baik maka dia harus tunjukkan umat ini kepada kebaikan itu, dia harus sampaikan.
"Ini baik, wahai umatku, lakukanlah!"
"Ini baik, ini baik, ini baik," harus disampaikan.
Sebaliknya dia juga wajib memperingatkan umatnya dari apa-apa yang diketahuinya sebagai bahaya bagi umat itu.
Kalau nabi itu tahu bahwa ini berbahaya maka wajib beliau sampaikan, wajib beliau jelaskan. Ini adalah ucapan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Kalau kita percaya kepada hadīts ini, maka sekali lagi ini ada konsekuensinya.
Konsekuensinya semua yang baik-baik itu sudah disampaikan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dan sudah diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dan semua yang berbahaya sudah beliau peringatkan.
Tinggal peringatannya, ada yang sifatnya umum ada yang sifatnya spesifik.
Kebaikan yang beliau ajarkan ada yang sifatnya umum dan ada yang sifatnya spesifik. Kalau tidak masuk dalam pengertian kebaikan yang spesifik maka mesti bisa diadopsi oleh ajaran-ajaran baik yang sifatnya umum.
Seperti:
√ Mengajarkan keadilan.
√ Mengajarkan kejujuran.
√ Mengajarkan perbuatan baik.
√ Mencegah berbuatan yang mengandung unsur zhālim, menipu dan lain-lain.
Spesifiknya banyak, ini konsekuensi.
Jadi kita harus mempunyai anggapan bahwa jika ada sesuatu yang baik berkaitan dengan agama maka nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam harus mengajarkan atau tidak? Harus mengajarkan.
Nabi bilang bahwa semua nabi itu wajib menyampaikan apa saja yang diketahuinya sebagai kebaikan untuk umatnya. Tentunya dalam hal agama, karena nabi tidak diutus untuk mengajari kita masalah-masalah duniawi, seperti: cara membangun rumah, membuat pesawat terbang. Ini bukan bidangnya nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, itu bidang ilmu dunia.
Beliau (shallallāhu 'alayhi wa sallam) mengajari kita;
√ Bagaimana kita beribadah kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
√ Bagaimana kita mengabdikan diri kita kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
√ Bagaimana kita selamat dunia akhirat.
Adapun hal-hal yang sifatnya duniawi murni, diserahkan kepada masing-masing ahlinya. Kalau masalah agama itu bidangnya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, itu misi utama beliau.
Jadi tidak boleh ada keyakinan bahwa ini adalah baik walaupun tidak pernah diajarkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, karena konsekuensinya berarti tidak percaya dengan hadīts ini.
==> Konsekuensinya, apakah nabi tidak tahu kalau itu baik, mungkin tidak? Siapa yang berani bilang mungkin?
"Nabi tidak tahu kalau itu baik," berani mengatakan seperti itu? Ada orang lain lebih tahu agama daripada nabi?
==> Atau konsekuensinya, nabi tahu tapi tidak disampaikan, bathil atau betul?
Bathil.
Karena itu bertentangan dengan sifat dasar Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang sudah kita pelajari sejak kecil (sejak SD), sifat tabligh.
Kalau itu baik harus disampaikan. Jadi tidak mungkin ada kebaikan yang itu betul-betul baik dalam hal agama tetapi tidak diajarkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Kalau ada sesuatu yang diklaim sebagai kebaikan tetapi tidak bisa divalidasi dalīlnya, maka hakikatnya itu bukan kebaikan.
Kaitannya mengimāni Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam lainnya adalah:
• Yang kelima | Beliau adalah maksum.
Banyak orang salah paham lagi tentang maksum, maksum itu apa?
Maksum itu apakah tidak pernah berbuat kesalahan? tidak pernah berbuat dosa?
Apakah hakikat maksum itu?
Maksum itu bukan berarti tidak pernah berbuat dosa karena ternyata Allāh mengampuni dosa-dosanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Berarti punya dosa tidak? Berbuat dosa tidak?
Berbuat dosa, tetapi diampuni oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Disurat Al Fath ayat 2:
لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا
"Agar Allāh memberikan ampunan kepadamu (Muhammad) atas dosamu yang lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan menunjukimu ke jalan yang lurus."
Kalau memang tidak berdosa, kemudian diampuni, apa artinya ampunan itu?
Tidak ada artinya, karena dia tidak memiliki dosa, tidak pernah berbuat dosa sama sekali.
Di dalam surat Asy Syarh (Al Insyirah) 1-2:
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ * وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ *
"Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Muhammad)? Dan Kami pun telah menurunkan bebanmu darimu."
Ditafsirkan Imām Mujahid muridnya Ibnu 'Abbās:
وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ
"Dan kami singkirkan beban dari punggung mu."
Beban di sini maksudnya dosa.
Jadi maksum di sini bukan tidak pernah berbuat dosa, pernah tetapi diampuni oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dan kalau berbuat kesalahan tidak akan dibiarkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Lain dengan manusia-manusia biasa seperti kita-kita ini. Dosa kita belum tentu diampuni oleh Allāh dan kalau kita berbuat kesalahan belum tentu langsung ditegur. Tidak ada jaminan kesalahan kita itu langsung ditegur oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, tidak!
Kalau Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak mungkin dibiarkan ketika berbuat sesuatu yang keliru menurut Allāh.
Sehingga turun surat 'Abasa:
عَبَسَ وَتَوَلَّىٰ * أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَىٰ
"Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling, karena seorang buta telah datang kepadanya (Abdullāh bin Ummi Maktum)."
Ini untuk apa?
Untuk menegur Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, bahwa salah sikapnya kalau begitu.
Jadi maksum disini adalah tidak dibiarkan ketika berbuat kesalahan. Dan kalau berbuat dosa, dosanya diampuni oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla baik yang lalu maupun yang akan datang.
Satu lagi pengertian maksum yang terakhir, ini memang tidak mungkin dilakukan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
⑴ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak mungkin berbuat hal-hal yang menodai sifat wajib seorang nabi, tidak mungkin berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kriteria jujur, berbuat bohong itu mustahil.
Tidak mungkin Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berbuat bohong, yang betul-betul namanya bohong.
Jadi bohong itu mengabarkan sesuatu tidak sesuai dengan hakikatnya. Ini tidak mungkin dilakukan oleh seorang rasūl.
Siapapun rasūlnya termasuk Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
⑵ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak mungkin berkhianat karena khianat itu bertentangan dengan sifat amanah, sifat wajibnya Rasūlullāh dan para rasūl.
⑶ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak mungkin menyembunyikan wahyu, karena ini bertentangan dengan sifat tabligh.
Kalau 3 hal ini memang tidak mungkin, betul-betul maksum tidak mungkin Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam terjerumus ke dalam salah satu ketiganya.
Wallāhu Ta'āla A'lam.
Wa shallallāhu 'ala nabiyyinā Muhammad wa 'ala ālihi wa shahbihi wa sallam.
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
________
◆ Yuk.... Ikut Saham Akhirat
Pembelian Rumah U/ Markaz Dakwah dan Studio Bimbingan Islām
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islām
Konfirmasi Transfer Via WA /SMS & Informasi ; 0811-280-0606 (BIAS CENTER 06)
________