Jeda Rodja Only

kesalahan dalam Adzan

Tafsir Surat Al Ādiyāt Bagian 3

by Rory Rachmad  |  in Bab Tafsir at  04 Desember

🌍 BimbinganIslam.com
Kamis, 12 Rabi’ul Awwal 1439 H / 30 November 2017 M
👤 Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A.
📗 Tafsir Juz 30 | Surat Al Ādiyāt (Bagian 03)
📖 Tafsir Surat Al Ādiyāt (Bagian 3)
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FA-Tafsir-H0803
~~~~~~~~~~~~~~~

*TAFSIR SURAT AL 'ĀDIYĀT (BAGIAN 3)*


بســـمے اللّه الرّحمنـ الرّحـيـمـے
الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته
​​​الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلى عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه


Kita lanjutkan pengajian dari tafsir Juz ‘Amma.

Kita akan menyebutkan tafsir dari  surat: وَالْعَادِيَاتِ ضَبْحًا (Wal'ādiyāti dhabhā).

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

فَالْمُغِيرَاتِ صُبْحًا

Dan unta yang berjalan di pagi hari.

Kata Ali bin Abi Thalib yaitu dari Mudzalifah menuju Mina.

⇒ Karena kita tahu ketika kita haji, kita keluar dari Mudzalifah di pagi hari setelah kita shalāt Subuh, kemudian kita wuqūf di Mudzalifah sebentar untuk berdo'a kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla sampai matahari mulai menguning. Kemudian kita berjalan menuju Mina dan ini merupakan sunnah yang sering dilupakan oleh jama'ah haji.

Jama'ah haji kebanyakannya tidak shalāt Subuh di Mudzalifah. Dan kebanyakannya lagi, walaupun shalāt Subuh di Mudzalifah, langsung jalan. Padahal dianjurkan untuk berdzikir.

Kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ

"Jika kalian telah pergi meninggalkan Arafāh maka berdzikirlah di masy'aril Harām (yaitu di Mudzalifah)." (QS Al Baqarah: 198)

⇒ Kapan? Yaitu setelah shalāt Subuh

Makanya, tatkala Ali bin Abi Thalib menafsirkan:

 فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا,

Maka unta-unta tersebut masuk di tengah jam'an.

Jam'un adalah salah satu nama dari Mudzalifah, kenapa? Karena orang-orang berkumpul di situ, maka disebut dengan jam'an.

Kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

 وَوَقَفت هَاهُنَا بِجَمْعٍ ، وَجَمْعٌ كُلُّهَا مَوْقِفٌ

"Aku berwuqūf di Mudzalifah ini dan Jam'un (Mudzalifah) seluruhnya adalah tempat wuqūf (bagi orang yang sedang berwuqūf di Mudzalifah)."

Intinya, saya ingin sampaikan bahwasanya ada pendapat dari sebagian shahābat yang menyatakan bahwa Wal'ādiyāt bukanlah kuda yang berperang, tetapi unta yang sedang membawa jama'ah haji untuk melaksanakan ibadah haji.

Intinya Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengagungkan dua perkara, yaitu:

⑴ Masalah peperangan jihād di jalan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, sehingga Allāh bersumpah dengan kuda-kuda, yang mengangkat orang untuk berjihād.

⑵ Allāh bersumpah dengan unta-unta yang mengangkat orang untuk berhaji. Yang menunjukan haji merupakan sya'irah (syariat) syiar Islām yang agung di sisi Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Sebagian ulamā berpendapat tatkala Allāh bersumpah dengan kuda-kuda tersebut:

وَالْعَادِيَاتِ ضَبْحًا* فَالْمُورِيَاتِ قَدْحًا* فَالْمُغِيرَاتِ صُبْحًا* فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًا* فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا* إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ*

"Demi kuda yang berlari cepat sambil lari terengah-engah."

"Demi kuda yang mengeluarkan percikan-percikan api" (Karena kukunya bersentuhan dengan batu-batu)."

"Demi kuda yang menyerang di pagi hari."

"Demi kuda yang menerbangkan debu-debu."

"Demi kuda yang masuk di tengah-tengah peperangan."

Setelah itu Allāh menyebutkan:

 إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُود

"Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar kepada Rabbnya."

Apa hubungannya sumpah-sumpah dengan kuda dan sifat-sifat manusia yang mengingkari?

⇒ Sebagian ulamā mengatakan:

√ Allāh ingin menjelaskan kepada kita (manusia), "Lihatlah kuda! Kuda adalah hewan sangat taat kepada tuannya."

Diberi sedikit kenikmatan oleh tuannya namun dia pandai bersyukur kepada tuannya. Kuda-kuda itu diberi  kandang, dirawat, diberi makan dan  minum oleh tuannya ketika harus pergi berperang kuda-kuda tersebut sangat patuh terhadap tuannya.

Kuda tersebut pandai bersyukur bahkan dengan kencangnya dia menjalankan perintah tuannya untuk mengangkut tuannya menuju daerah peperangan. Bahkan dia masuk ke dalam daerah pertempuran, demi untuk memenangkan tuannya dan melawan musuh.

Oleh karenanya seakan-akan Allāh Subhānahu wa Ta'āla mengatakan, "Wahai manusia, lihatlah kuda, kuda adalah hewan yang pandai bersyukur padahal kuda hanya diberikan kenikmatan sedikit oleh tuannya."

Yang dikasih tuannya hanya makanan, minuman dan kandang.

Adapun manusia diberi berbagai macam kenikmatan akan tetapi mereka ingkar dan kufur kepada Rabbnya.

Kemudian kata Allāh Subhānahu wa Ta'āla:

وَإِنَّهُ عَلَىٰ ذَٰلِكَ لَشَهِيدٌ

"Dan sesungguhnya manusia meyaksikan sendiri keingkarannya."

⇒ Disini ada 2 pendapat di kalangan para ulamā.

"Wa innahu" (dan sesungguhnya dia), ini kembali kepada yang mana?

Ada yang mengatakan, "Wa innahu wa innallāha alā dzālika lasyahīd,"

Sehingga, "Sesungguhnya Allāh menyaksikan pengingkaran tersebut."

Allāh menyaksikan tidak berterima kasihnya tersebut.  Ini pendapat sebagian ulamā.

Artinya, apa yang dia lakukan disaksikan oleh Allāh, tidak ada yang luput (dia sombong, dia ingkar, dia tidak mau bersyukur, dia lalai beribadah).

Namun pendapat yang kuat, Wallāhu A'lam bishawab, dhamir "Wa innahu" kembali kepada manusia itu sendiri.

 وَإِنَّهُ عَلَىٰ ذَٰلِكَ لَشَهِيدٌ

"Sesungguhnya manusia itu tahu tentang ingkarnya dia dan dia meyaksikan hal tersebut."

Dan persaksian ini bisa dengan perkataan, bisa juga dengan perbuatan.

Contoh dengan perkataan:

→ Dia tidak mengucapkan "Alhamdulillāh",  tidak memuji Allāh tatkala diberi kenikmatan.

Ini menunjukan dia ingkar kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, tidak bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

→ Dia menisbahkan kenikmatan tersebut kepada kepada dirinya dan ini sering terjadi sebagaimana Qārun.

Qārun tatkala diberikan harta yang kaya raya oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, dia mengatakan:

إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ عِنْدِي

_"Sesungguhnya saya punya harta banyak karena saya punya ilmu (untuk berdagang, bekerja) sehingga saya mengumpulkan harta yang banyak."_(QS Al Qashash: 78)

Banyak manusia seperti ini. Tatkala diberi kelebihan oleh Allāh kecerdasan (misalnya), langsung dia sombong, lupa kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan kita sepakat bahwa kecerdasan tidak berbanding dengan kekayaan. Apakah orang semakin pintar semakin kaya?

Jawabannya adalah Tidak! terlalu banyak orang pinter yang miskin, sementara ada orang yang mungkin tidak sekolah tapi kaya raya.

Oleh karenanya, jangan sampai seorang tatkala diberikan anugerah oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla kemudian dia mengatakan,  "Itu semua karena peran saya, kecerdasan saya,  keahlian saya, karena pengalaman saya."

Ini adalah bentuk tidak bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Akan tetapi bila orang tersebut mengatakan Alhamdulillāh, saya diberi Allāh banyak kemudahan sehingga saya bisa seperti ini,  ini berarti orang tersebut bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Dia menisbahkan anugerah yang dia dapat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Ini di antara bentuk; وَإِنَّهُ عَلَىٰ ذَٰلِكَ لَشَهِيدٌ , yaitu manusia menyaksikan keingkarannya tersebut dengan lisannya.

Adapun menyaksikan keingkarannya dengan perbuatannya sangatlah banyak, manusia tatkala diperintah oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla untuk bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla tidak dia lakukan.

Jika Allāh berikan begitu banyak kenikmatan, begitu banyak kemudahan, maka dia isyraf, tabzir, dihabis-habiskan uangnya untuk perkara yang tidak bermanfaat, dia gunakan untuk hal-hal yang harām.

Dan tatkala dalam keadaan sulit dia pergi kekuburan, meminta kepada penghuni kubur. Tidak sujud kepada Allāh tapi beribadah kepada mayat-mayat yang ada di dalam tanah, lupa dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Wallāhu A'lam bishshawab, sampai di sini saja semoga bermanfaat, In syā Allāh  besok kita lanjutkan.  Wabillāhi taufīq

الســـلامـ عليكــــمـ ورحمة الله وبركــــاته


Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
-------------------------------------


© 2022 Copy Right Abu Uwais. templates by Blogger
Proudly Powered by Abu Uwais