🌍
BimbinganIslam.com
Jum'at, 17 Muharram 1437 H / 30 Oktober 2015 M
👤
Ustadz Fauzan ST, MA
📗
Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊
Kajian 34 | Syarat Shalāt
⬇ Download Audio:
➖➖➖➖➖➖➖
MATAN KITAB
(فصل) وشرائط الصلاة قبل
الدخول فيها خمسة أشياء
طهارة الأعضاء من الحديث
والنجس وستر العورة بلباس
طاهر والوقوف على مكان
طاهر والعلم بدخول الوقت
واستقبال القبلة ويجوز ترك
القبلة في حالتين في
شدة الخوف وفي النافلة
في السفر على الراحلة.
Syaratnya shalat sebelum melaksanakan shalat ada 5 (lima)
yaitu:
① sucinya anggota badan dari hadas dan najis,
② menutup aurat dengan kain yang suci,
③ berdiri pada tempat yang suci,
④ tahu masuknya waktu shalat,
⑤ menghadap kiblat.
Boleh tidak menghadap kiblat dalam dua keadaan yaitu ketika
sangat takut dan shalat sunnah di atas kendaraan dalam perjalanan.
➖➖➖➖➖➖➖
SYARAT SHALĀT
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام
على رسول الله و
بعد
Para Sahabat Bimbingan Islam yang dirahmati oleh Allāh
Subhānahu wa Ta'āla, pada halaqah yang ke-34 ini kita akan membicarakan tentang
"Syarat di dalam shalat."
قال المصنف:
((و��رائط الصلاة
قبل الدخول فيها خمسة
أشياء))
((Dan syarat-syarat shalat sebelum dilaksanakannya ada 5
macam))
Syarat shalat apabila tidak dipenuhi maka shalat seseorang
tidaklah sah (batal) dan hal ini sama seperti rukun. Hanya saja bedanya
bahwasanya syarat shalat ada di luar shalat sedangkan rukun shalat itu adalah
perkara-perkara yang ada di dalam shalat itu sendiri.
● SYARAT PERTAMA
((طهارة
الأعضاء من الحدث والنجس))
((Sucinya anggota tubuh dari hadats maupun najis))
⒜ SUCI DARI HADATS
• Dalil
⑴ Hadits Ibnu 'Umar manakala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi
wa sallam bersabda:
لا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاة بِغَيْرِ
طُهُورٍ
"Dan tidaklah Allāh menerima shalat seseorang yang
tidak bersuci." (HR Muslim, Tirmidzi, Ahmad)
⑵ Allāh Ta'āla berfirman:
إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ
"Apabila kalian hendak melakukan shalat maka cucilah
wajah-wajah kalian (berwudhū')." (Al-Maidah 6)
⒝ SUCI DARI NAJIS
⇒ Baik di badan, di pakaian maupun di tempat shalat.
• Dalil
Hadits Ummu Qais tatkala beliau bertanya kepada Rasūlullāh
shallallāhu 'alayhi wa sallam tentang pakaian yang terkena darah hāidh, maka
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
ثم اغسليه بالماء
"Kemudian cucilah pakaian tersebut dengan air."
(HR Abū Dāwud dan yang lainnya, hadits shahih)
◆ Apabila badan atau pakaian terdapat najis maka tidak sah
shalat seseorang sampai dia menghilangkannya.
◆ Apabila seseorang tidak tahu najis yang ada dalam
pakaiannya kemudian selesai melaksanakan shalatnya maka dia tidak perlu
mengulang shalatnya.
◆ Apabila dia mengetahui pada saat di pertengahan shalatnya
maka dia wajib untuk menghilangkan (membuang) najis tersebut jika memungkinkan,
maka tidak mengulangi yang sebelumnya.
◆ Apabila najis itu tidak dapat dihilangkan dari badannya
atau pakaiannya pada saat dia shalat maka dia wajib mengulangi shalatnya.
● SYARAT KEDUA
((وستر
العورة بلباس طاهر ))
((Dan menutup aurat dengan pakaian yang suci))
Menutup aurat pada saat shalat adalah wajib secara mutlak
walaupun dalam keadaan sendirian di tempat ruangan yang gelap gulita, maka ini
adalah ijma' bahwasanya wajib berdasarkan ijma' wajib menutup aurat pada saat
dia melakukan shalat.
• Dalil
Firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:
خُذُوا
زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
"Ambillah/pakailah pakaian yang terbaik tatkala kalian
masuk ke dalam masjid (atau pada saat kalian akan shalat di masjid)." (Al-A'rāf
31)
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam juga bersabda:
لا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاةَ حَائِضٍ إِلاَّ
بِخِمَارٍ
"Dan Allāh tidak menerima shalat seseorang yang hāidh
(bāligh) kecuali dia memakai khimār (penutup kepala)." (HR Tirmidzi)
⇒ Maksudnya adalah shalatnya seseorang yang bāligh (sudah mukallaf) jika dia
tidak menutup auratnya maka tidak diterima shalatnya oleh Allāh Subhānahu wa
Ta'āla karena menurut aurat merupakan syarat sahnya shalat seseorang.
Dan syarat penutup aurat bahwasanya:
◆ Penutup tersebut dapat menutup aurat dan tidak
memperlihatkan warna kulit karena saking tipisnya atau karena tembus pandang.
⇒ Apakah dia berbahan dari kulit, kain, daun-daun,
rumput-rumputan atau dari yang lainnya atau bahkan boleh dengan tanah liat jika
memang bisa menutup aurat dan tidak tembus pandang.
Dan bahan-bahan yang tembus pandang dan masih menampakkan
warna kulit seseorang maka tidak dipandang sebagai penutup aurat dan tidak sah
shalatnya.
Adapun aurat laki-laki secara umum adalah dari lutut sampai
pusar.
Dan aurat wanita ada khilaf di kalangan para ulama yaitu
seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangannya.
● SYARAT KETIGA
((والوقوف
على مكان طاهر))
((Dan berdiri/melaksanakan shalat tersebut di tempat yang
suci))
• Dalil
Perintah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tatlala
menyiram kencing Badui yang dia kencing di masjid Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi
wa sallam.
أَمَرَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ
"Dan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam memerintahkan
untuk menyiram dengan seember air." (HR Bukhāri dan Muslim)
● SYARAT KEEMPAT
((والعلم
بدخول الوقت))
((Dan mengetahui/meyakini masuknya waktu shalat))
Masuknya waktu shalat adalah shalat diterimanya shalat
seseorang.
Shalat bukan pada waktunya maka dia batal dan harus diulang.
⇒ Apakah tidak mengetahui sudah masuk atau belum maka
seseorang harus berusaha keras untuk mencari tahu kapan masuknya waktu shalat.
⇒ Apakah dari tanda-tanda yang mungkin atau dari
petunjuk-petunjuk yang lainnya.
Karena Allāh Ta'āla telah berfirman:
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَت ْعَلَى الْمُؤْمِنِينَ
كِتَابًا مَوْقُوتًا
"Sesungguhnya waktu-waktu shalat telah ditentukan bagi
orang-orang yang beriman." (An-Nisā 103)
● SYARAT KELIMA
((واستقبال
القبلة))
((Menghadap kiblat/Ka'bah))
⇒ Atau arah Ka'bah.
Karena Allāh Ta'āla berfirman:
فَوَلِّ
وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ
"Dan palingkanlah wajahmu untuk menghadap ke arah
Masjidil Harām." (Al-Baqarah 144)
Dan juga tatkala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam
mengajarkan kepada orang "musīush shalāt" (yang buruk shalatnya),
kata Beliau:
وَاسْتَقْبِلِ
الْقِبْلَةَ ، وَكَبِّرْ
"Menghadaplah kalian menghadap kiblat kemudian
bertakbirlah." (HR Bukhāri dan Muslim)
Bagi orang yang melihat/dekat Ka'bah dan bisa memastikan
bahwasanya menghadap Ka'bah adalah wajib untuk menghadap Ka'bah harus secara
tepat.
Adapun untuk orang yang jauh maka yang diwajibkan padanya
adalah arah Ka'bah.
((ويجوز
ترك القبلة في حالتين))
((Dan diperbolehkan untuk tidak menghadap kiblat pada 2
keadaan))
• KEADAAN ⑴
((في شدة الخوف))
((Pada saat rasa takut yang amat sangat))
Misalnya: pada saat perang berkecamuk maka shalat sebisa
mungkin untuk dilakukan pada keadaan apa saja, sebisa mungkin.
Dan tetap tidak diperbolehkan meninggalkan shalat ataupun
shalat di luar waktunya. Dan tetap melaksanakan shalat dalam keadaan baik
berkendaraan ataupun berjalan, baik menghadap kiblat atau tidak menghadap
kiblat.
Berdasarkan firman Allāh Ta'āla:
فَإ��نْ خِفْتُمْ
فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا ۖ
"Apabila kalian dalam keadaan takut maka tidak mengapa
untuk melaksanakan ibadah tersebut sambil berjalan ataupun berkendaraan."
(Al-Baqarah: 239)
Ibnu 'Umar radhiyallāhu Ta'āla 'anhu dalam menafsirkan ayat
ini yaitu menghadap kiblat ataupun tidak menghadap kiblat.
Begitupula yang meriwayatkan Imām Mālik dari Nāfi', kata
beliau:
لا أرىه قال ذالك إلا عن رسول
الله
"Saya pikir dia tidaklah mungkin berkata demikian
kecuali dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam."
Dan kalimat "fī syiddatil khawf" (ketakutan yang
amat sangat) meliputi rasa takut yang amat sangat selama bukan dalam
perkara-perkara yang maksiat.
Misalnya tatkala berhadapan dengan bencana, musuh, perampok
atau hal-hal lain yang menimbulkan rasa takut yang amat sangat, maka dia
termasuk di dalam ayat ini.
• KEADAAN ⑵
((وفي النافلة في السفر
على الراحلة))
((Dan pada shalat sunnah jika dilakukan safar di atas
kendaraan))
Maka hal itu diperbolehkan bagi seseorang yang
safar/bepergian dengan tujuan yang mubah untuk melakukan shalat sunnah yaitu
baik dalam keadaan menunggangi kendaraan ataupun dalam keadaan berjalan, dalam
keadaan dengan menghadap ke arah tujuan dari kendaraan tersebut, baik di dalam
safar yang jauh maupun safar yang pendek.
Pendapat ini berdasarkan pendapat dalam madzhab Syāfi'ī.
• Dalil
Dari Ibnu 'Umar radhiyallāhu Ta'āla 'anhu, dia berkata:
كَانَ النّ��بِيُّ
صلى الله عليه وسلم
يُصَلِّي فِى السَّفَرِ عَلَى
رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ
"Adalah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam shalat
di atas kendaraannya pada saat Beliau safar dan menghadap ke mana saja
kendaraan tersebut menghadap." (HR Bukhāri dan Muslim)
Demikian yang bisa kita sampaikan pada halaqah yang ke-34
ini dan besok mudah-mudahan ada catatan-catatan yang akan dijelaskan pada
halaqah ke-35.
وصلى الله على نبينا
محمد وعلى لله وصحبه
وسلم
وآخر دعونا ان الحمد
لله رب العالمين
______________________________
📦
Donasi Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004
📝
Saran atau Kritik silahkan sampaikan kepada kami melalui link berikut: