🌍
BimbinganIslam.com
Jum'at, 24 Muharram 1437H / 06 November 2015M
👤
Ustadz Fauzan ST, MA
📗
Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊
Kajian 35 | Beberapa Permasalahan Seputar Syarat-Syarat Shalāt
⬇ Download audio;
➖➖➖➖➖➖➖
BEBERAPA PERMASALAHAN SEPUTAR SYARAT-SYARAT SHALĀT
السلام
عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام
على رسول الله وبعد
Para Sahabat Bimbingan Islam yang dirahmati Allāh Subhānahu
wa Ta'āla,
Pada halaqah yang ke-35 ini akan kita bahas secara ringkas
beberapa masāil (permasalahan-permasalahan) seputar syarat-syarat shalat.
■
PERTAMA | Seseorang yang melaksanakan shalat namun lupa kalau dia belum bersuci
maka bagaimana hukumnya?
Hukumnya adalah wajib untuk mengulang shalat tersebut.
Dan dinukilkan bahwa hal tersebut adalah ijma' oleh Imām
Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm, Imām Ibnu Baththal, Imām An-Nawawiy dan juga Imām
Al-'Iraqiy.
■
KEDUA | Seseorang yang tidak mendapatkan air ataupun tanah atau dalam keadaan
yang tidak bisa ataupun dilarang untuk bersuci (misalnya dalam keadaan terikat,
terpenjara atau dalam keadaan yang lainnya), maka apa yang dia lakukan?
Maka dia hendaknya shalat berdasarkan keadaan yang ada dan
tidak perlu diulang shalatnya.
Ini adalah madzhab Hanbali dan juga perkataan Imām Ash-hāb
dari kalangan Mālikiyyah dan juga salah satu pendapat dari Syāfi'īyyah.
Dan pendapat ini dipilih oleh Imām Bukhāri, Imām Ibnu Hazm,
Imām An-Nawawiy, Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, Ibnu 'Utsaimin dan juga
merupakan fatwa dari Lajnah Dāimah.
Dalil:
Firman Allāh Subhānahu wa Ta'āla:
فَاتَّقُوا
اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
"Dan bertaqwalah kalian kepada Allāh sesuai dengan
kemampuan (sebisa) kalian." (QS At Taghābun: 16)
لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا
وُسْعَهَا ۚ
"Dan Allāh tidak membebani sebuah jiwa kecuali sesuai
dengan kemampuannya." (QS Al-Baqarah: 286)
■
KETIGA | Bahwasanya kesucian badan, kesucian pakaian dan kesucian tempat adalah
syarat sah shalat.
Dan ini adalah menurut jumhur fuqahā.
■
KEEMPAT | Seseorang yang tidak mampu menghilangkan najis atau jika najis
tersebut dihilangkan akan mengakibatkan mudharat yang besar, maka apa yang
harus dilakukan?
Yang harus dilakukan adalah bahwasanya orang tersebut
setelah dia thahārah, maka dia shalat dalam keadaan yang najis, baik yang ada
pada pakaiannya maupun pada badannya. Dan tidak perlu mengulangi shalatnya.
Ini adalah pendapat madzhab Hanafiyyah dan juga salah satu
riwayat Hanabilah dan pendapat ini yang dipilih oleh Imām Ibnu Qudāmah,
Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, Syaikh Bin Bāz dan Syaikh 'Utsaimin.
Dalil:
Qiyas terhadap orang yang sakit yang tidak mampu
melaksanakan sebagian rukunnya atau syaratnya maka gugurlah rukunnya atau
syaratnya tersebut.
■
KELIMA | Jika pada saat shalat lalu tiba-tiba pakaian atau badannya terkena
najis maka apabila dia menghilangkan najis tersebut dan tidak ada bekasnya maka
shalatnya adalah sah.
Dalilnya adalah ijma' dan dinukilkan oleh Imām Nawawiy
Asy-Syāfi'ī dan juga oleh Ibnu Hajar rahimahullāh.
■
KEENAM | Seseorang yang shalat dengan sesuatu yang najis (misalnya dengan
pakaian yang najis atau sandal yang najis) dikarenakan kejahilan (tidak tahu)
atau dikarenakan dia lupa bahwa pakaiannya najis maka shalatnya sah dan tidak
perlu mengulang shalatnya.
Pendapat ini riwayat dari Imām Ahmad dan juga pendapat Imām
Syāfi'ī dalam Qaul Qadīmnya (pendapat lama), dan juga dipilih oleh Imām Ibnul
Mundzir, Imām An-Nawawiy, Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Syaikh Bin
Bāz dan Syaikh 'Utsaimin.
Dalil:
Hadits dari Abū Sa'īd Al-Khudriy radhiyallāhu Ta'āla 'anhu,
beliau berkata:
بينما رسول الله صلى
الله عليه وسلم يصلي
بأصحابه إذ خلع نعليه
فوضعهما عن يساره فل��ا رأى
القوم ذلك ألقوا نعالهم
فلما قضى رسول الله
صلى الله عليه وسلم
صلاته قال ما حملكم
على إلقاء نعالكم قالوا
رأيناك ألقيت نعليك فألقينا
نعالنا فقال رسول الله
صلى الله عليه وسلم
إن جبريل عليه السلام
أتاني فأخبرني أن فيهما
قذرا
Manakala Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam shalat
bersama para shahābatnya, tiba-tiba Beliau melepaskan kedua sandalnya dan
meletakkannya di sebelah kiri.
Tatkala shahābat melihatnya merekapun melemparkan
sandal-sandal mereka.
Setelah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam selesai
melaksanakan shalat, maka Beliaupun bertanya, "Mengapa kalian melemparkan
sandal-sandal kalian?"
Merekapun menjawab, "Kami melihat engkau melemparkan
sandalmu, yā Rasūlullāh, maka kamipun melemparkan sandal kami."
⇒ Maksudnya karena mengikuti Rasūlullāh
shallallāhu 'alayhi wa
sallam.
Kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda,
"Tadi Jibrīl datang dan memberi tahu kepadaku bahwa di sandal tersebut ada
najis." (HR Abū Dāwūd dan Imām Ahmad)
#CATATAN
Bahwasanya pada saat itu, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa
sallam dan para shahābat shalat dengan menggunakan sandal.
Dasar pendalilannya:
Bahwasanya jika pakaian yang tidak diketahui najisnya
menyebabkan batal maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam akan mengulang
dari awal.
Akan tetapi dalam hadits tersebut Rasūlullāh shallallāhu
'alayhi wa sallam meneruskan shalatnya.
⇒ Menunjukkan bahwa apabila tidak mengetahuinya maka
tidak perlu diulang shalatnya.
■
KETUJUH | Beberapa masalah yang terkait tempat shalat.
Pada saat ditanya, Syaikh 'Utsaimin ditanya, beliau menjawab
bahwa ada 5 tempat yang tidak sah shalat di atasnya karena pada asalnya shalat
dimana saja diperbolehkan, berdasarkan sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa
sallam:
جعلت لي الأرض مسجداً
"Bahwasanya Allāh menjadikan permukaan bumi ataupun
tanah sebagai tempat sujud."
Akan tetapi dikecualikan beberapa tempat berdasarkan
hadits-hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bahwasanya apabila
shalat di atasnya maka shalatnya tidak sah.
Tempat tersebut adalah:
⑴ Kuburan
Berdasarkan hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam
yang diriwayatkan oleh Imām Tirmidzi:
الأرض كلها مسجد إلا
المقبرة والحمام
"Bahwasanya permukaan bumi/tanah seluruhnya adalah
tempat sujud (tempat shalat) kecuali kuburan dan juga tempat mandi."
Dan juga sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
لَعَنَ
اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
"Semoga Allāh melaknat orang-orang Yahudi dan
orang-orang Nashara karena mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai
masjid (tempat shalat)." (HR Bukhāri dan Muslim)
Dan pada masalah ini diperkecualikan shalat jenazah,
diperbolehkan orang apabila luput untuk shalat jenazah di atas kuburan,
berdasarkan apa yang dilakukan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
⑵ Tempat pemandian (al-hammām)
Berdasarkan dalil di atas.
Akan tetapi pendapat jumhur ulama bahwasanya shalat di
tempat pemandian hukumnya adalah makruh dan dia tetap sah.
Karena tempat mandi tidak lepas dari sesuatu yang najis oleh
karena itu menurut jumhur ini adalah tempat yang makruh.
⑶ WC (tempat buang hajat)
Ini adalah tempat yang tidak sah shalat di atasnya karena di
sini adalah tempat berkumpulnya najis.
⑷ Kandang unta (a'thānal ibil)
Berdasarkan hadits Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:
صلوا في مرابض الغنم
، ولا تصلوافي
أعطان الإبل
"Shalatlah kalian di kandang kambing dan janganlah
kalian shalat di kandang unta." (HR Tirmidzi dan Ibnu Mājah)
Jadi disini adalah larangan dari Rasūlullāh shallallāhu
'alayhi wa sallam untuk shalat di kandang unta.
⑸ Tanah hasil curian, hasil rampasan, hasil penipuan, dan
tanah-tanah yang semisalnya yang dimiliki bukan karena hak dimiliki dengan
merampas hak orang lain yang disebut sebagai al-ardhul masrūq (tanah hasil
curian atau tanah hasil rampasan) maka tidak boleh shalat di atasnya.
Dan para ulama berselisih pendapat; jika shalat di atasnya,
apakah shalat tersebut sah atau tidak.
Sebagian mengatakan bahwasanya shalat di atas tanah hasil
rampasan curian atau penipuan maka tidak sah shalatnya
Sebagian berpendapat bahwasanya shalatnya tetap sah namun
dia dalam keadaan berdosa karena shalat di atas tempat yang terlarang kita
shalat di atasnya yaitu tanah hasil curian atau hasil rampasan.
Pendapat yang terakhir ini yang dirajihkan oleh Syaikh
'Utsaimin.
■
KEDELAPAN | Terkait waktu shalat.
Apabila shalat sebelum waktu, kemudian dia mengetahuinya
maka shalatnya wajib untuk diulangi.
Karena Allāh Ta'āla berfirman:
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
كِتَابًا مَوْقُوتً��
"Bahwasanya shalat telah ditetapkan waktunya bagi
orang-orang yang beriman." (QS An-Nisā: 103)
Barangsiapa yang shalat sebelum waktunya maka shalatnya
tidak sah dan harus diulang.
Ini adalah ijma' dan dinukil oleh Imām 'Abdil Barr dan juga
Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah.
Dan tidak boleh seseorang mengakhirkan shalat keluar dari
waktunya tanpa udzur yang syar'i (yang diperbolehkan oleh syari'at).
■
KESEMBILAN | Apabila mengetahui shalatnya menghadap ke selain kiblat.
Maka ada 2 keadaan;
⑴ Jika
dia masih di dalam shalatnya maka dia berputar mengarah ke kiblat. Ini adalah
pendapat jumhur.
⑵ Apabila dia mengetahui setelah selesai dari shalatnya
maka shalatnya tidak perlu diulang.
Demikian sebagian masāil yang bisa kita sampaikan.
وصلى الله على نبينا
محمد وعلى آله وصحبه
وسلم
وآخر دعونا أن الحمد
لله رب العالمين
والسلام
عليكم ورحمة اللّه وبركاته
___________________
📦
Donasi Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004
📝
Saran atau Kritik silahkan sampaikan kepada kami melalui link berikut: