🌍 BimbinganIslam.com
Jum'at, 29 Shafar 1437 H / 11 Desember 2015 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb
Shalāt
🔊 Kajian 37 | Rukun-Rukun
Shalāt (Bagian 2)
RUKUN-RUKUN SHALĀT (BAGIAN 2)
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام
على رسول الله أما
بعد
Para sahabat Bimbingan Islam yang dirahmati Allāh Subhānahu
wa Ta'āla, kita lanjutkan halaqah ke-37 masih pada "Rukun-rukun
Shalat".
● RUKUN KE-4
قال المصنف:
((وقراءة
الفاتحة و بسم الله
الرحمن الرحيم آية منها))
((Membaca surat Al Fātihah dan Bismillahirrahmānirrahīm
adalah termasuk salah satu ayat di dalam surat Al Fātihah tersebut))
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan 'Ubādah bin
Shāmit:
أن النبي صلى الله
عليه وسلم قال: "لا
صلا�� لمن لا
يقرأ فيها بفاتحة الكتاب"
Bahwasanya Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:
"Tidak ada shalat (yaitu tidak sah) bagi orang-orang yang tidak membaca
surat Al Fātihah." (HR Khamsah/Imam yang lima)
Dan disebutkan tambahan dalam Ibnu Mājah:
في كل ركعة
"Di setiap rakaat."
Jadi, hukum membaca surat Al Fātihah bagi imam dan orang
yang shalat sendirian adalah wajib dan termasuk rukun diantara rukun shalat,
baik shalat wajib maupun shalat sunnah.
Bagi yang tidak membaca surat Al Fātihah maka shalatnya
tidak sah.
◆ Bagaimana hukum membaca Al Fātihah
bagi seorang makmum dibelakang imam, baik pada shalat jahriyah (shalat yang
dikeraskan bacaannya) maupun shalat sirriyyah?
Madzhab Syāfi'ī di dalam masalah ini adalah wajib bagi
makmum untuk membaca surat Al Fātihah
secara mutlak, baik pada shalat sirriyyah (shalat yang dilirihkan suaranya)
maupun shalat jahriyyah (shalat yang dikeraskan bacaannya)
Secara ringkas, pendapat para ulama dalam masalah "seorang
makmum di belakang imam dalam membaca surat Al Fātihah", ada 3 pendapat:
■
PENDAPAT PERTAMA | Mewajibkan secara mutlak baik dalam shalat sirriyah maupun
jahriyyah.
⇒ Ini adalah pendapat Syāfi'īyyah yang sudah disebutkan tadi.
Berdasarkan keumuman hadits yang sudah berlalu, yaitu:
لا صلاة لمن لا
يقرأ فيها بفاتحة الكتاب
"Tidak ada shalat (yaitu tidak sah) bagi orang-orang
yang tidak membaca surat alfatihah.
⇒ Ini umum baik sirriyyah maupun jahriyyah.
■
PENDAPAT KEDUA | Tidak membaca surat Al Fātihah,
baik sirriyyah maupun jahriyyah secara mutlak, selama dia menjadi makmum
(dibelakang imam).
⇒ Ini adalah pendapat Hanafiyyah.
Berdasarkan hadits:
روي من قوله صلى
الله عليه وسلم : "مَنْ
كَانَ لَهُ إِمَامٌ، فَإن
قِرَاءَةُ الْإِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ"
Diriwayatkan dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam:
"Barangsiapa yang dia memiliki imam (shalat bersama imam), maka bacaan
imam adalah menjadi bacaannya" (HR Ahmad)
■
PENDAPAT KETIGA | Mewajibkan membaca Al Fātihah
di dalam shalat sirriyah dan tidak membaca di dalam shalat jahriyyah.
⇒ Ini adalah pendapat Hanabilah dan Malikiyyah.
Dasarnya adalah dengan menggabungkan kedua hadits
sebelumnya, yang menjadi dalil pendapat pertama dan kedua.
Yang dirajihkan/dikuatkan oleh Syaikh Bin Bāz, Syaikh Ibn
'Utsaimin dan Mufti Saudi Arabia adalah madzhab Syāfi'īyyah yaitu wajibnya
membaca surat Al Fātihah di dalam setiap rakaat, baik dalam shalat sirriyah
maupun jahriyyah.
Berkata Syaikh 'Utsaimin rahimahullāh:
الأفضل
أن تكون قراءة الفاتحة
للمأموم بعد قراءة الإمام
لها؛ لأجل أن ينصت
للقراءة المفروضة الركن ... اهـ.
Yang paling afdhal (utama) adalah membaca surat Al Fātihah
setelah imam selesai membaca surat Al Fātihah tersebut, agar bisa mendengarkan
bacaan alfatihah yang merupakan kewajiban/rukun di dalam shalat."
Dan berkata Syaikh Bin Bāz:
أما المأموم: فالمشروع له أن يقرأها
في حالة سكتات إمامه
إن سكت، فإن لم
يتيسر ذلك قرأها المأموم
سرا ولو كان إمامه
يقرأ، ثم ينصت. اهـ.
"Adapun makmum, maka dia dianjurkan untuk membaca surat alfatihah pada saat imam sedang
diam, namun apabila dka tidak bisa maka makmum tetap membaca surat alfatihah
dengan suara yang lirih (pelan) walaupun imam sedang membaca, setelah selesai
kemudian dia (makmum) diam untuk mendegarkan bacaan imam
قال المصنف:
((و بسم الله الرحمن
الرحيم آية منها))
((Dan bismillāhirrahmānirrahīm adalah terhitung ayat dalam
surat Al Fātihah))
Berdasarkan hadits Ummu Salamah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ، أَنَّهَا
ذَكَرَتْ أَوْ كَلِمَةً غَيْرَهَا
" قِرَاءَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ. الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ)
يُقَطِّعُ قِرَاءَتَهُ آيَةً آيَةً "
Dari Ummu Salamah beliau menyebutkan atau kalimat yang
semisalnya tentang bacaan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam
(Bismillāhirrahmānirrahīm, alhamdulillāhirabbil 'ālamīn, arrahmānirrahīm,
mālikiyaumidd��n),
Beliau membaca secara terpisah ayat demi ayat." (HR Abū Dāwūd)
Dan Imam Nawawi mengatakan bahwasanya:
فمذهبنا
أن: "بسم الله الرحمن
الرحيم" آية كاملة من
أول الفاتحة وليست في
أول "براءة" بإجماع المسلمين،
"Madzhab kami bahwasanya Bismillāhirrahmānirrahīm
adalah ayat yang sempurna dan termasuk awal surat Al Fātihab dan tidak termasuk
dalam surat Al Barā-ah (At Taubah) berdasarkan ijma' kaum muslimin.
Oleh karena itu, wajib membaca surat Al Fātihah dengan
didahului dengan basmalah.
BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DI DALAM MEMBACA SURAT
AL FATIHAH
⑴ Membaca surat Al Fātihah dengan suara yang pelan yang
bisa didengarkan oleh (telinga) pembaca sendiri.
⑵ Wajib membaca basmalah sebelum membaca surat Al Fātihah.
⑶ Membaca secara urut sesuai dengan urutannya.
⑷ Harus dibaca dengan bacaan yang benar dan tidak membaca secara
lahn (keliru), baik makhrajnya maupun tajwidnya yang mengubah makna dari
kalimat tersebut.
⇒ Oleh karena itu, maka hendaknya kaum muslimin belajar
bagaimana membaca Al Qurān (terutama surat Al Fātihah) dengan cara yang benar.
⑸ Membaca Al Fātihah dengan bahasa Arab dan tidak sah jika
membacanya dengan bahasa yang lainnya.
HUKUM MENGERASKAN BACAAN BASMALAH DALAM SHOLAT JAHRIYAH
Para ulama berbeda pendapat; ada yang mengatakan sunnahnya
adalah dengan mengeraskan bacaan basmalah. Dan pendapat yang lain mengatakan
sunnahnya adalah dipelankan (dilirihkan).
Madzhab Syāfi'ī dalam masalah ini adalah hukumnya sunnah
mengeraskan bacaan basmalah, sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam
kitab Al Majmū'.
◆ Yang rajih bahwa semuanya dicontohkan oleh Rasūlullāh shallallāhu
'alayhi wa sallam namun Rasūlullāh lebih banyak membaca basmalah dengan suara yang pelan/lirih.
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullāh: Bahwasanya Rasūlullāh
shallallāhu 'alayhi wa sallam terkadang mengeraskan bacaan bismillah, namun
lebih banyak membacanya dengan suara yang pelan/lirih.
قال المصنف
((والركوع
والطمأنينة فيه، والإعتدال، والطمأنينة
فيه، والسجود، والطمأنينة فيه، والجلوس بين
سجدتين، والطمأنينة فيه))
((Kemudian ruku' dan thuma'ninah didalamnya, kemudian
i'tidal dan thuma'ninah di dalamnya, kemudian sujud dan thuma'ninah didalamnya
dan duduk diantara dua sujud dan thuma'ninah didalamnya))
● RUKUN KE-5
((والركوع))
((Rukū'))
Dan disebutkan hadits:
عن أبي مسعودٍ البَدْرِيِّ
رضِيَ اللهُ عنه، قال
النبيُّ صلَّى اللهُ عليه
وسلَّمَ: ((لا
تُجزِئُ صلاةُ الرَّجلِ حتَّى
يُقِيمَ ظهرَه في الرُّكوعِ
والسُّجودِ)) رواه ابو داود
و أحمد وصححه
الألباني
"Dari Abū Mas'ūd Al Badriy radhiyallāhu Ta'āla 'anhu,
berkata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam: "Tidak sah shalat
seseorang sampai dia meluruskan punggungnya pada saat ruku' dan juga pada saat
sujud."
(HR Abū Dāwūd dan Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al Albāni)
⇒ Ruku' yang benar adalah sebagaimana ruku' Rasūlullāh shallallāhu
'alayhi wa sallam;
◆ Punggung Rasūlullāh saat ruku’ terbentang
lurus sehingga jika dituang air atau diletakkan gelas di atas punggungnya maka
niscaya air itu akan menetap/tidak jatuh.
⇒ Begitulah tata cara ruku Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
● RUKUN KE-6
((والطمأنينة
فيه))
((Thuma'ninah))
◆ أن يمكثَ المصلي في
هيئة الركوع حتى تستقرَّ
أعضاؤه أقلُّه قدر تسبيحة
◆ Thuma'ninah adalah berdiam diri pada kondisi ruku' yang
sempurna sampai seluruh anggota tubuhnya pada posisi yang pas dan kadarnya
waktu minimal satu kali mengucapkan tasbih.
⇒ Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi
wa sallam mewajibkan thuma’ninah
ketika ruku’. Hal ini disebutkan dalam hadits
Rifa’ah Ibnu Rafi’
yang dikenal sebagai hadits Al Musīu
Shalatahu, kata beliau:
ثُمَّ يَرْكَعُ حَتَّى تَطْمَئِنَّ مَفَاصِلُهُ
“Kemudian beliau ruku’ hingga thuma’ninah/tenang
persendiannya (anggota-anggota tubuh menetap pada tempatnya).” (HR Al Bukhāri
no. 793)
Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fāthul Bāri (2/363) berkata:
“Hadits ini dijadikan dalil akan wajibnya thuma’ninah dalam rukun-rukun
shalat.”
Demikianlah pendapat jumhur, bahwasanya thuma'ninah
merupakan rukun di dalam shalat.
● RUKUN KE-7 DAN KE-8
((والاعتدال
والطمأنينة فيه))
((I'tidāl dengan thuma'ninah))
I'tidal yaitu berdiri kembali dari ruku' sampai tulang
punggung lurus dan thuma'ninah didalam ruku tersebut.
● RUKUN KE-9 DAN KE-10
((والسجود
والطمأنينة فيه))
((Sujud dengan thuma'ninah))
● RUKUN KE-11 DAN KE-12
((والجلوس
بين السجدتين والطمأنينة فيه))
((Duduk di antara dua sujud dengan thuma'ninah))
Dalam Musnad Imam Ahmad, dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa
sallam, bahwasanya Beliau bersabda:
أَسْوَأُ
النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ مِنْ
صَلاَتِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ
وَكَيْفَ يَسْرِقُ مِنْ صَلاَتِهِ؟ قَالَ:
لاَ يُتِمُّ رُكُوْعُهَا وَلاَ
سُجُوْدُهَا.
“Sejahat-jahat pencuri adalah orang yang mencuri dari
shalatnya”.
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasūlullāh, bagaimana mencuri
dari shalat?”.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata: “Dia tidak
sempurnakan rukunya dan sujudnya.”
(HR Ahmad no 11532, dishahihkan oleh Al Albāni dalam
Shahīhul Jāmi’ 986)
Hadits yang lain:
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ
فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا
تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ
ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ
رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى
تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى
تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى
تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى
تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ
فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا
"Jika kamu hendak mengerjakan shalat, maka
bertakbirlah. Lalu bacalah ayat Al Qurān yang mudah bagimu.
Kemudian rukuklah sampai benar-benar rukuk dengan
tumakninah. Lalu bangkitlah (dari i'tidal) sampai kamu benar-benar berdiri
tegak.
Setelah itu sujudlah kamu sampai benar-benar sujud dengan
tumakninah. Lalu angkat (kepalamu) untuk duduk sampai benar-benar duduk dengan
tumakninah.
Setelah itu sujudlah sampai benar-benar sujud (dengan
tuma'ninah). Kemudian lakukanlah seperti itu pada seluruh shalatmu.” (HR Bukhari 757 dan Muslim 397 dari shahābat Abū Hurairah)
Demikian yang bisa kita sampaikan dan kita akan lanjutkan
pada rukun shalat pada halaqah yang akan datang.
وصلى الله على نبينا
محمد وعلى آله وصحبه
وسلم
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
______________________________
📦 Donasi Operasional &
Pengembangan Dakwah Group Bimbingan Islam
| Bank Mandiri Syariah
| Kode Bank 451
| No. Rek : 7103000507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Konfirmasi Transfer : +628-222-333-4004